Sabtu, 25 Desember 2010

Bunda, mari jaga anak kita dari kecanduan games online !!

Mewabah
 Warnet dengan fasilitas game online di dalamnya, belakangan ini mulai mewabah di indonesia. Mereka yang keranjingan games online ini tidak hanya pelajar, tetapi juga pegawai dan ibu-ibu pula.

Ada beragam permainan yang bisa dimainkan bersama di game online ini. Aplikasi game tersebut bisa juga diambil dari Facebook. Ada yang namanya Mafia Wars, Restaurant City, Point Blank, Perfect World, Ragnarok, atau game-game casual seperti Idol Street atau Getamped.

Game kasual ini lebih disenangi oleh remaja putri. Sementara remaja putra lebih suka yang bergaya strategi. Permainan ini menyenangkan karena mereka bisa berkenalan dan punya teman dari berbagai kota. Adapun anak-anak SD lebih suka game Point Blank (PB). Dalam permainan ini ada adegan baku tembak, bersembunyi, kejar-kejaran, sampai memilih senjata yang akan dipakai untuk melawan tim musuh. Sedemikian asyiknya, banyak anak yang menghabiskan waktunya berjam-jam memainkannya di warnet.

Berbahaya
Keranjingan pada game online ini teryata bisa merusak otak anak. Menurut sebuah penelitian, main game dapat memicu meningkatnya zat dopamine dalam otak. Meningkatnya kadar dopamine sama dengan meningkatnya kadar amphetamine, yang dapat menyebabkan kecanduan. Amphetamine inilah yang membuat para pemain menjadi asyik dan lupa waktu.

Kecanduan ini bila parah bisa menurunkan IQ dan EQ membuat anak tidak punya masa depan, karena jadi malas belajar, pikirannya hanya berisi sekitar permainan dalam games tersebut, dan malas bersosialisasi nyata. Aksi kekerasan dan banyak informasi negatif lainnya yang terdapat pada game-game ini sangat gampang diserap oleh otak anak. Semua yang diterima dari apa yang dilihat, didengar dan dirasakan anak serta tingkat pendidikan seseorang sangat menentukan pembentukan pola perilaku mereka menjelang dewasa.

Karena itu kontrol orang tua sebagai pembimbing dan penasehat anak sangat diperlukan agar semua informasi negatif yang mungkin diserap anak dalam proses tumbuh kembangnya, juga dari lingkungan sekitarnya, jangan sampai merusak mental dan kesehatan otak anak. Orang tua sebagai keluarga terdekat, diharapkan mampu membantu memilah dan selektif dalam memilih mainan yang edukatif untuk anak-anaknya.

Adre Mayza, Kepala Pusat Pemeliharaan, Peningkatan dan Penanggulangan Intelegensia Kesehatan, Kementrian Kesehatan, secara tegas menyarankan orang tua memotong akses games dari anaknya agar tidak kecanduan. Maraknya kekerasan, adiksi games online, penyimpangan seksual dan kecanduan pornografi pada kelompok umur anak dan remaja, serta usia produktif, ujarnya, merupakan bukti adanya kerusakan sel otak, dan menurunnya potensi kecerdasan, yang sebagian besar akibat dampak negatif era globalisasi dan perkembangan TI.

Linda Amelia Sari Gumelar, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP & PA), menambahkan  perkembangan TI dapat berdampak negatif pada tumbuh kembang otak anak, yaitu berkurangnya jumlah ujung saraf antarsel, karena gagal melakukan modifikasi ujung saraf (synaps), yang berakibat terhentinya tumbuh dan berkembangnya otak anak. Dalam jangka panjang, lanjutnya, bisa mengakibatkan penyusutan sel otak sampai kerusakan otak permane, dan pada akhirnya anak tidak siap dididik karena rendahnya kualitas otak untuk menerima informasi pembelajaran berbasis pemecahan masalah.

Kualitas otak yang rendah ini juga menyebabkan gangguan kognitif, seperti daya ingat yang rendah, kurang berani membuat keputusan, kemampuan bahasa yang rendah dan kurangnya kemampuan berorientasi pada ruang, tempat dan waktu. Keadaan itu akan berlanjut dan berdampak pada prestasi akademis yang rendah, akan rendah diri, kematangan sosio-emosional yang rendah, tidak mampu mandiri dan perilaku mental yang menyimpang.

Untuk itu, kata Adre, upayakan hindarkan anak dari game online, jangan sampai mereka kecanduan. "Hindarkan anak dari game 1-2 minggu. Perhatikan pula lingkungan sekitar. Jangan sampai akses di rumah bersih, tapi anak bermain game di luar. Jika kondisinya semakin parah, dilakukan pendekatan eduterapis, yaitu pendidikan otak," katanya dalam sebuah seminar tentang penanggulangan adiksi pornografi dan games online terhadap kerusakan otak di Jakarta.

Untuk mengatasi serbuan games online ini, katanya, orangtua perlu melakukan pengawasan terhadap anak-anaknya, terutama yang masih duduk di sekolah dasar dan menengah.

diambil dari bisnis indonesia, by rahmayulis saleh

meraihimpian.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar